Rita, orang tua pasien, menjelaskan bahwa anaknya mengalami sesak napas, batuk, dan banyak lendir di tenggorokan sejak siang sebelumnya. Namun, saat dibawa ke rumah sakit, dokter yang bertugas mendiagnosis kondisi tersebut sebagai gangguan asam lambung dan meminta pasien menjalani perawatan umum dengan biaya sendiri. (Sabtu 8/3/2025)
“Saya kecewa karena biasanya anak saya mendapat tindakan medis seperti nebulasi serta perawatan yang sesuai dengan penyakitnya. Namun, kali ini diarahkan ke layanan umum, padahal kondisinya kritis hingga mengalami kejang,” ujar Rita.
Ia juga mengaku melihat pasien lain dalam kondisi lemah dan muntah, tetapi tetap diarahkan ke layanan umum. Menurutnya, hal ini mengindikasikan adanya ketidakadilan dalam pelayanan terhadap pasien BPJS Kesehatan.
Rita mengaku telah mencoba mengonfirmasi kejadian ini kepada pihak rumah sakit, tetapi tetap mendapat jawaban bahwa pasien harus menggunakan layanan umum berbayar. Ia pun meminta pihak terkait, termasuk manajemen rumah sakit dan otoritas kesehatan, untuk mengevaluasi kinerja dokter serta memastikan tidak ada diskriminasi terhadap pasien BPJS.
Menanggapi hal ini, Direktur RSUD Meranti, Sardi saat dikonfirmasi , menjelaskan bahwa setiap pasien yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) akan dinilai berdasarkan kriteria medis tertentu oleh dokter yang bertugas.
“BPJS hanya menjamin pasien dengan kriteria yang telah ditentukan sesuai dengan peraturan yang berlaku,” ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi lebih lanjut dari pihak rumah sakit terkait dugaan diskriminasi pelayanan terhadap pasien BPJS Kesehatan.
Red