Jakarta.Mitrapol.id- Perayaan Natal Nasional 2025 digelar atas prakarsa pemerintah, dengan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait ditunjuk sebagai ketua panitia, sebagai wujud nyata kepedulian pemerintah terhadap masyarakat.
Hal ini sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 1544 Tahun 2025, dengan tujuan untuk memastikan perayaan Natal Nasional tahun 2025 berlangsung tertib, efektif, dan akuntabel.
Dalam sebuah kesempatan, Maruarar menegaskan bahwa Natal tahun ini bukan hanya perayaan iman, tetapi juga perwujudan kepedulian nyata terhadap penderitaan rakyat Palestina yang terus menghadapi situasi kemanusiaan yang berat.

“Persembahan Natal itu diberikan kepada Dubes Palestina … kita melihat itu bukan masalah agama tapi masalah kemanusiaan,” ungkap Maruarar.
Indonesia Government Watch (IGoWa) menyambut baik langkah pemerintah yang memprakarsai Perayaan Natal Nasional 2025 dan mengedepankan semangat kemanusiaan melalui dukungan terhadap rakyat Palestina. IGoWa menilai inisiatif ini menunjukkan kepedulian Indonesia dalam konteks global dan solidaritas lintas negara.
Namun, Peneliti IGoWa Brian Samosir, menyampaikan perspektif kritis bahwa semangat solidaritas global yang mengemuka dalam Natal Nasional harus berjalan seimbang dengan tanggung jawab negara terhadap rakyatnya sendiri, terkhusus masyarakat Kristen yang masih hidup dalam keterbatasan ekstrem.
Brian juga menyebutkan jika sejak dulu sebagai sebuah negara, Indonesia secara konsisten memberi dukungan terhadap Palestina.
“Februari lalu dalam sebuah kampanye, Kemlu hadir sebagai fasilitator penggalangan dana sebanyak USD 200 juta atau sekitar Rp 3,2 triliun untuk membantu Palestina,” sebut Brian dalam keterangannya pada Minggu, 23 November 2025.
Pada bulan Juli, Pemerintah Indonesia menyalurkan bantuan 10.000 ton beras kepada Palestina sesuai arahan Presiden Prabowo.
“Dan yang terbaru, Agustus lalu bertepatan dengan HUT RI, Indonesia melalui misi airdrop mengirimkan bantuan kemanusiaan untuk Gaza dengan total 17,8 ton bantuan meliputi kebutuhan pokok, makanan siap saji, perlengkapan kesehatan, dan selimut.”
Peneliti IGoWa tersebut menegaskan jika hal di atas merupakan contoh nyata dukungan yang secara konsisten dilakukan Indonesia bagi Palestina, sekaligus menunjukkan komitmen pemerintah tidak hanya secara politik tetapi juga melalui aksi kemanusiaan yang berkelanjutan,” tambah Brian.
Brian kini mempertanyakan mengapa di momen Natal ini perhatian dan bantuan tidak difokuskan ke dalam negeri, khususnya kepada masyarakat Kristen yang tersebar di wilayah 3T.
Menurut Brian, fokus bantuan seharusnya diarahkan ke daerah-daerah yang masih berjuang keras mengejar ketertinggalan.
“Populasi Kristen sangat signifikan di Provinsi Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara wilayah yang masuk kategori 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Data BPS mencatat angka kemiskinan tinggi di wilayah tersebut: Papua secara keseluruhan 19,16%, Papua Pegunungan 30,03%, Maluku 15,38%, dan Nusa Tenggara Timur (NTT) 19,02%, jauh di atas rata-rata nasional 9,36%.”
Tidak hanya kemiskinan, keterbatasan fasilitas pendidikan, akses kesehatan, dan infrastruktur sosial masih menjadi kenyataan sehari-hari bagi ribuan keluarga.
“Jika semangat Natal adalah berbagi kasih dan memperjuangkan kehidupan yang lebih adil, maka kita harus jujur melihat fakta bahwa saudara-saudara kita di dalam negeri masih bergulat dengan pergumulan yang sangat berat,” ungkap Brian.
Dalam perspektif iman kekristenan, Peneliti IGoWa ini mengutip nats Alkitab, Galatia 6:10: “Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.”
Ayat tersebut, menurut Brian, menegaskan bahwa prioritas moral harus dimulai dari membantu mereka yang paling dekat sebelum memperluas jangkauan keluar.
“Solidaritas untuk Palestina tetap penting, tetapi efektivitas bantuan harus ditimbang dengan benar. Jangan sampai kepekaan global membuat kita buta terhadap kesulitan domestik. Natal harus menjadi panggilan untuk menata ulang prioritas dengan lebih adil,” tegas Brian.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif IGoWa, Sutrisno Pangaribuan, meminta pemerintah untuk memastikan bahwa momen besar seperti Natal Nasional tidak hanya menjadi simbol, tetapi juga menghasilkan dampak nyata yang terukur bagi masyarakat paling rentan di wilayah 3T.
“Dengan demikian, perayaan Natal Nasional 2025 seharusnya menjadi panggilan untuk menyalurkan kasih kepada saudara-saudara kita yang paling membutuhkan di tanah air,” sebutnya.
Dalam berbagai keterbatasan, bahkan dalam kekurangan pun, Natal haruslah menjadi aktualisasi kasih sebagai solidaritas lintas batas.
“Maka berbagai kesulitan, kekurangan, hingga kemiskinan ekstrim yang dialami jemaat-Nya tidak mengurangi keberanian untuk memberi dari kekurangan, seperti tertulis pada Markus 12:41-44,” tutupnya.










