Kayu-kayu yang ditemukan terdiri dari beragam jenis dan ukuran, termasuk balok besar dan potongan kecil yang biasa digunakan sebagai bahan baku pembuatan kapal. Aktivitas mencurigakan ini pertama kali diketahui oleh warga sekitar dan kelompok pemerhati lingkungan yang menaruh perhatian pada praktik pembalakan liar. Senin,(12/5/2025)
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pemilik galangan kapal, As, maupun dari pihak berwenang terkait asal-usul dan legalitas kayu tersebut. Ketiadaan dokumen sah menimbulkan dugaan kuat bahwa kayu tersebut berasal dari aktivitas pembalakan liar di kawasan hutan sekitar Kepulauan Meranti.
Masyarakat dan aktivis lingkungan setempat mendesak aparat penegak hukum untuk segera turun tangan dan melakukan penyelidikan menyeluruh. Mereka menilai tindakan cepat diperlukan untuk mencegah kerusakan hutan yang lebih luas serta menghentikan peredaran kayu ilegal di wilayah tersebut.
“Kami berharap pihak berwajib tidak tinggal diam. Ini bukan hanya soal hukum, tapi juga soal keberlanjutan hutan kita,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya. Saat dikonfirmasi, pihak galangan kapal juga tidak memberikan penjelasan memadai dan terkesan menutupi informasi terkait asal muasal kayu tersebut.
Sebagai dasar hukum, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan menyebutkan bahwa setiap orang yang mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu tanpa surat keterangan sah dapat dipidana penjara 1 hingga 5 tahun dan didenda Rp500 juta hingga Rp2,5 miliar. Hingga berita ini diturunkan, belum ada tindakan tegas dari aparat terhadap dugaan aktivitas ilegal tersebut.